Cita-citaku apa?
Lagi kecil semua anak pasti punya cita-cita, termasuk saya. Semakin besar semakin jelas cita-citanya apa, maunya apa, termasuk juga saya. Cita-cita saya makin bulat ketika saya sekolah menengah pertama, kelas 2 lebih tepatnya. Saat itu saya berusia 14 tahun, saya sudah tau saya ini maunya apa. Saya suka membaca, saya aktif di buletin pembuatan mading sekolah, saya suka broadcast radio, saya tertarik dengan informasi update info terkini, dan saya juga suka membaca artikel majalah. Masih ketika saya SMP, saya mulai mengenal internet dan dunia Maya. Dekat sekolah saya kebetulan ada warnet (re: warung internet), saya masih inget nama warnetnya yaitu "Hudanet", itu lokasinya ada di seberang apotek Roxy Malaka perumnas Klender, hampir setiap hari saya kesitu, karena di rumah saya dulu belum ada akses internet, saya rela-relain hemat jajan demi ke warnet, saya sering bolos les untuk bisa pergi ke warnet (duh maafin saya ya ayah ibu, saya dulu nakal hiks). Di warnet, saya suka baca blogspot orang-orang dan artikel yahoo dan kompasiana, selain saya juga suka main friendster sih wkwk..ya
Well benar, saya suka dunia jurnalistik dan saya pengen jadi jurnalis. Tapi ternyata arah hidup saya menuntun saya ke arah yang jauh berbeda dari cita-cita saya yaitu jadi apoteker.
Sebenarnya jadi apoteker itu adalah cita-cita kedua saya, saya dapat cita-cita kedua saya itu ketika saya masuk Sekolah Menengah Farmasi (SMF) selepas saya SMP, saya lihat guru-guru saya di SMF kan pada apoteker, dan mereka menceritakan apa sih jobdesc mereka dan saya mulai tertarik.
Oke, balik kenapa saya mau masuk sekolah SMF awalnya, singkat cerita sebenarnya saya terjebak masuk SMF, saya dapat undangan dari SMP saya untuk ikut test jalur prestasi di SMF tersebut (tiap 1 sekolah dapat 10 undangan), itu saya kasih tau ayah saya awalnya untuk bisa jadi tiket "pulang malam" dari ulang tahun temen. Ayah saya tuh tipikal yang take and gift gitu loh, saya dibebasin pulang malam tapi bersyarat hehe.. Jadi kangen Ayah saya kan saya....hiks
Akhirnya saya lulus test masuk sekolah itu dan kata ayah saya ambil saja kalo saya mau, karena dunia Farmasi lebih ada masa depan daripada jadi jurnalis, kata ayah saya. Tapi sebenarnya saya dikasih pilihan sama ayah saya mau ambil boleh, mau ga diambil boleh. Oiya, satu pertimbangan lagi dari Ayah saya terkait bidang pekerjaan apa yang akan saya ambil "carilah bidang pekerjaan atau profesi yang bisa jadi wirausaha" begitu ucap beliau. Entah angin apa, saya lupa lebih tepatnya kenapa saya pindah haluan cita-cita dari jurnalis menjadi apoteker (it's been many years ago)
Menyesal jadi apoteker? Enggak.. Enggak sama sekali, tapi kalo boleh diulang di 20 tahun lalu, dari dua pilihan "apoteker atau jurnalis" saya akan milih apa? Saya mau jadi jurnalis.... :D
Komentar
Posting Komentar